Selamat Pagi Jelata

Rabu, 15 Desember 2010 0 komentar

Selamat Pagi Jelata

Diah Setyawati


Selamat pagi kehidupan jelata
kusapa dengan jiwa merdeka
tanpa harus menyumpahi rahim bunda
atau pemilik surga

Kenapa gula-gula tiada mewarnai hari lagi
bukan pemanis tapi tangis
Sedang puisi tak pernah mati
meski ditusuk-tusuk sepi

Kucari makna yang tertera
seperti mencari lingsa rambut perawan desa
yang kutato, bersahaja namun mempesona

Selamat pagi kehidupan jelata
kutunggu kata bungah cepat singgah
setelah lelah memeram mata.

alhir Des. 2009

Bimbang - Diah Setyawati

0 komentar

Bimbang
Diah Setyawati


Bimbang, pandang mataku liar membakar
Agin kembaramu
Ke arah mana tali kau tambatkan
Setelah semua meniada nyaris terjungkal
Akulah tumbal, segala kesepian

Peb.98

Bagi Penyair dan Kerinduannya

0 komentar

Bagi Penyair dan Kerinduannya

27. Diah Setyawati


Seperti dulu saat ibrahim merindui ismail
ketika kedua tangan ingin menimang buah kasih sayang
penantian itu
membawamu pada kebun bunga
satu demi satu kau petik menggantikan yang layu
sebagai pengisi jambang puisimu
lalu mabuklah segenap pengembaraan

Dan diam-diam kau lukis juga wajah malam penuh bunga
mencatnya dengan warna biru muda
jadilah kado yang belum sempat kubuka
rahwana manglih rupa
coba curi cintaku yang lagi gelisah
inikah gerhana

Kekasih kenapa mesti bimbang
padahal simpatiku bukan sekedar bayang-banyang
bahkan embun bungaku telah menjelma doa
bagiberatus-ratus sperma di ladang jiwa
sedang airmata adalah ketulusan
dimana angin telah menerbangkannya
lewat kekhusukan sujudku
pada pertemuan rahasia
maka
tak perlu lagi kau pinang mawar-mawar liar
yang terhampar dalam beukar mimpi
selagi kekuatan doa menjadi penawar dahaga.

Jan.1998

Ode Matahari

0 komentar

Ode Matahari

Kusambangi peristirahatan terakhirmu di bawah vikus binyaminka yang rindang, bungabunga pualam mengitari altarmu. Matahariku. Pusara tanpa jendela enggan kulawan kesejukan kotamu di antara pendoa, tak ada habis-habisnya airmata dari orang-orang yang datang tanpa meninggalkan alamat. Batu marmer hitam saksikan wewangian dari 1000 ketulusan yang dialirkan hati khusu. Pagi itu kucatat kelahiranmu. Kalau saja masih berkuasa, bung, pasti tersenyum, menyaksikan negeri yang kau ukir dengan pahat kemerdekaan ini, sarat menapaki langkahmu. Bahkan saat menyambut harimu, dengan spanduk, renungan suci, pekik merdeka! Putra Sang Fajar. Telah lahirkan jiwa raga ke wilayah aneka cuaca. Sampai aku bersimpuh di kuburmu, hanya bisa menunduk. Di hari kelahiranmu, belum datang kesadaran persatuan yang kau ajarkan lewat pidato, tulisan, lukisan, bisikan bahkan api kemarahanmu itu. Siapa sebenarnya nasionalis religius itu? Siapa sih religius nasionalis itu? Kalau bukan anakanakmu, yang kini mewarisi realitas batubatu butiran airmata, sejarah bisu. Wahai matahari yang beranak pinak, tunggu aku, kusudahi khaul ini. Ssampai kemudian kutemukan buktibukti permainan dadu dari lawan dan kawan yang telah membenamkan namamu di sudut sejarah yang diburamkan zaman.

2001

Duka Lara Dursasana

0 komentar

Duka Lara Dursasana

Kutukan itu, duka lara bagi Dursasana karena Bima melihat biungnya, Drupadi bersumpah mengeramas rambutnya dengan darah. Hadiah itu memberi poin untuk pelecehannya ia penggal kepalanya. Terbukti dipertempuran seru di padang kuru. Dursasana terbaring kaku, kepalanya terpisah, darahnya dimakan serapah siapa mau berkalang tanah. menyerah di bawah hujan palu godam, dan seribu panah mengincar maut. Namun aku belum takut kalut untuk mati, anakku. Perang, membuka tabir selimut hati, lepas tali sejarah, jiwa yang pasrah, tersenyumlah biar gagal memerdekakan raja di kerajaan cinta. Emosi diri dan absurditas masyarakat istana itu, hanya ada pada seorang pangeran yang kesepian. Mengukur ketebalan tembok kamarnya.akankah kita biarkan mereka terus bermain dadu? menenggak ciu, sampai mabuk dan kemenangan yang diperolehnya dengan darah rakyat. serta senjatanya itu, kutahu, bisa rapuh oleh palu dahsyat perseteruan antara kita yang hanya mampu mencipta kehancuran. lalu kapan kita kembali ke pekuburan.

2001

Gerhana Bumi , 2

0 komentar

Gerhana Bumi , 2

Sesudah peringatan ditulis ayatayat tuhan, dimaknai olehmu dengan secarik catatan. Wajahwajah terukir di atas bumimu mengisyaratkan sebuah perintah atau perihal laku lampah. Sekali diabaikan. Al-Fil. Bukan peristiwa jadian. Sebagaimana matahari menelan semesta bulan atau bulan menyelimuti nur mentari, dan bumi yang kita pijak, punya nafsu angkara. Manakala cahaya bulan dan matahari mulai jadi santapan, keseharian. Di mana manusia mulai menjadi pemangsa kaum di antaranya. dimana hawa nafsu jadi raja atas segalanya. Mencatat cahaya maha cahaya yang hendak dicapainya ditaklukkan hanya sebatas nikmat sesaat. Inilah gerhana itu. atas bumi. menelan seisinya hingga setiap lapisnya mengusai langitmu, merubah wajahwajah jadi aneka peristiwa. Inilah sembahyangmu yang takjub. doadoamu yang berharap dimakbulkan, hingga setiap ayat di bibirmu adalah harapan. Seperti bumi, langit dan seisinya menyembah Allah. Hu.... Allah.... tiap detik peribadatan membuahkan teror atas beribu kematian sekejap netra. penuh airmata, tangis bercahaya. Ulahmu rindu Tuhan. Setiap hari tanpa kepasrahan. padahal kita butuh ketulusan atas kesadaran langit, atas kesadaran matahari atas kesadaran rembulan atas kesadaran bumi juga atas kesadaran hatimu yang mustinya membumi.

2006

Perempuan Merah

0 komentar

Perempuan Merah

Ku masuki irama garis-garis nasibmu, bersama ketajaman palet yang mengerang. Lukisanmu, kilatan kanvas dan selendang. Seperti membuat dunia hinggarbingar bertabur bunga-bunga dan pasar uang. Kumasuki wajah gadis-gadis dan lekuk gemulai tariannya. Warna cat dikomposisi Perempuan merah. Aku ingin membahana di situ. Menyandar di singasana lakulampah, tanpa banyak serapah

Dan derita seseorang juga suara ibu yang layak bicara. Membawa tubuhku limbung dibuai samudra dan ombaknya diiring lengking saksofound mendayu-dayu. Selalu saja semua nada berdiri kaku. Jadi lukisan kaku. Berkali wajah perempuan itu memerah, sembari marah-maranh ia tuturkan permainan angin dan elusan lembut di jelitamu. Perempuan Merah di mata yang memerah memimpikan jiarah kubur ke kota tua. Sampai dengan rambut perempuan itu berderai-derai menghujani aroma liar kwas dan paletku. Aku berimajinasi menikmati lekuk gemulaimu yang seksi. Seperti tarian perawan bali yang setiap hari menghias bunga kamboja di selipan telingamu yang selalu seksi.

2010

Perempuan Hijau

0 komentar

Perempuan Hijau

Lumut di lutut, menyusun daun-daun cemara di puncak gunung. Gaun hijaunya seperti menampar keperihan harga-harga pupuk. Tapi mereka terus menanam pohon-pohon mangga di dadanya. Seperti petani yang kehilangan romantisme pesemaian. Perempuan hijau tengah duduk galau

Sebagai ibu, nya yang terus berkata-kata. Tubuhku limbung digembung suara ketipung dan calung gunung yang melengking memecah gelora pagi. Seperti gunung yang angkuh, atau lembah guci yang sunyi di malam hari. Riak air dan kepul belerang mengerahkan suara jengkerik dan rama-rama. Kumasuki area lebat hutan pemikiranmu yang melebihi masa laluku. Namun lagi-lagi semua nada telah masuk ke aransemen beku. Sekali meracau wajah perempuanku, hijau dan aku kian terpukau pada isi tasmu yang penuh buku-buku, tanpa gincu atau sekedar wewangen kayu. Och, biarkan tarian dan suluk mantra ini membahana ke seluruh hidupmu, seperti juga bunga-bunga yang seksi. Di kanvasmu seperti melukiskan keasrian hati sanubarimu yang hijau memukau.

2010

 
Gurit Dermayon © 2011 | Designed by RumahDijual, in collaboration with Online Casino, Uncharted 3 and MW3 Forum