Nurochman Sudibyo YS.
Perempuan Dengan Belati di Betisnya
Perempuan dengan belati di betisnya, seperti memberi tanda
ada dua nyawa pernah rebah. Tut-tut hend phond terdengar bingar
seperti detak jatungmu yang terus berdebar
Mengarang derita dari rangkaian suara ibunya. Terus berkata-kata. Tubuhmu limbung serasa dibuai debur ombak pantura yang mengganas dan suara perkusi jalanan bertalu-talu. Semua nada mencatat di kertas biru. Kau buat pusara kuburmu. perempuan itu meremah darah, berambut merah, bergaun merah, bergurat amarah yang menuturkan permainan angin dan elusan lembut di jelitamu. Perempuan dan mata pedesaan yang memimpikan kota juga seribu kata-kata berwacana tua. Selalu masih ada shampoo yang dikeramaskan di kepalamu. Rambut perempuan itu berderai menghujani imajinasiku. Lalu aku berhayal tentang kerapuhan desa membaca kota. Tak lagi kubiarkan tarian gemulai anak-anak perawan menghias bunga di selipan telingamu yang seksi.
Och perempuan dengan belati di betisnya. Jangan takut mawar hancur berdebu
Karena aku yang termangu di hadapan mu. Sudi mencabut belati dengan seribu puisi yang tersisih ini. Ulurkan tanganmu mari kita sepakati. Menandatangani prasasti Pangikat Serat Kawindra ini.
07-10
Perempuan Dengan Belati di Betisnya
Perempuan dengan belati di betisnya, seperti memberi tanda
ada dua nyawa pernah rebah. Tut-tut hend phond terdengar bingar
seperti detak jatungmu yang terus berdebar
Mengarang derita dari rangkaian suara ibunya. Terus berkata-kata. Tubuhmu limbung serasa dibuai debur ombak pantura yang mengganas dan suara perkusi jalanan bertalu-talu. Semua nada mencatat di kertas biru. Kau buat pusara kuburmu. perempuan itu meremah darah, berambut merah, bergaun merah, bergurat amarah yang menuturkan permainan angin dan elusan lembut di jelitamu. Perempuan dan mata pedesaan yang memimpikan kota juga seribu kata-kata berwacana tua. Selalu masih ada shampoo yang dikeramaskan di kepalamu. Rambut perempuan itu berderai menghujani imajinasiku. Lalu aku berhayal tentang kerapuhan desa membaca kota. Tak lagi kubiarkan tarian gemulai anak-anak perawan menghias bunga di selipan telingamu yang seksi.
Och perempuan dengan belati di betisnya. Jangan takut mawar hancur berdebu
Karena aku yang termangu di hadapan mu. Sudi mencabut belati dengan seribu puisi yang tersisih ini. Ulurkan tanganmu mari kita sepakati. Menandatangani prasasti Pangikat Serat Kawindra ini.
07-10