Puisi : Kembang Suket Untukmu

Jumat, 08 Oktober 2010 0 komentar

Kembang Suket Untukmu
>> Dyah Setyawati

Datang bersama angin pagi
menyusul matahari di tinggi nadi

Dalam rancaknya orgasme negeri
yang terpaksa berbagi dengan nurani.

Oh....kenapa rasa mesti tergadaikan
Jika gelitik kembang suket
mampu melempangkan
meneggakkan telinga jadi siaga
bagi tiap jengkal tanah persada
mengiyakan ucap dan laku senada
sepertilangkah perawan desa disaat panen tiba
kembang suket kembangnya jelata
jarang dilirik mata, di injak ia
tak putus asa

Adalah kekasih dewa, meski tersisih adanya
tebih ing ajrih suwung ing pamrih

kembang suket untukmu
bawa suara rakyat yang musti dirumat.

Empat Puluh Harimu Kemudian

0 komentar

Berkali menjawab es-em-es, cuaca pun kacau
Suara angin di siang meradang pun meracau
Tak kenal dengan siapa engkau
Mengakhiri pertapaanmu di pojok surau
Kertas-kertas bernoda kacau balau

Dia seperti sedang menyanyi di tepian surga
Diantara doa-doa yang diterbangkan
Orang-orang mengeja bulan, nenyulam matahari
Membukakan pintu untuk istirahmu
Singasana tak berjendela

Ini empat puluh harimu kemudian
Tak banyak isak tangis dan sedu sedan
Mengiring demonstrasi dan opoosisi
Di gedung perwakilan dipenuhi sedan
Dan potongan gajih setiap bulan

Dagumu berjenggot manggut-manggut
Decak kagum penuh iimajinasi
Menyeret kita menulis puisi
Berbaris kata menyoal dunia
40 Wilayah 40 anugrah 40 hari berpeluh.

September 2009

Hari ketujuh di Pekarangan

0 komentar

Tak semua orang mengeja sajakmu
tak juga aku sadari
betapa berarti antara tahlil dan tadarus puisi
berselancar mengenang hari kepergianmu
begitu panjang perjalanan ditempuh
hany untuk iring sapa berpeluh

Ini hari ketujuh kepergianmi
di pekarangan sebuah harian lokal cirebon
dengan menghadap ke kubah masjid A’ taqwa
menara yang menjulang, lampu gemerlapan
doa, beratus puisi sengumandang
sampai datang rohmu di tengah pepadhang

Kita bukan sedang Cuma mengenang
Kita tak melulu mencari tahu
Aku jujur saja tengah belajr banyak dari caramu
Yang tak pernah ragu di segala datang rasa mau
Aku kini kembali membaca sajak-sajakmu
Bergantian terbang seperti kelelawar
Berindah-indah mengumandangkan nyanyian angsa
Merenungi naskah mu yang mini kata-kata
Tapi mampu mengajak seluruh isi dunia bicara.

09-10

OBITUARI AGUSTUS’ 09

0 komentar

Selalu saja bercelana jean. Ke mana-mana menghikmati diri
di usia yang kian tumbang. Tak ada sedikit yang terbuang
meski cukup banyak menanggung hutang turun temurun kini
“tak gendong’, katamu sembari terkekeh kekeh meledekku
sepenuh keceriaan, diantara surat gugatan yang menumpuk
dan kantor DPR penuh dengan bunga Zaetun dan nyanyian angsa

Akan kau bawa kemana irama nasib rakyat kita ini
setelah tidur, kembali tidur, bangun dari kemelaratan
tengah bermimpikan engkau disaat berorasi
atau saat membaca sajak diantara para demonstran
dan puing-puing rumah gusuran
lalu suara gitarmu mengusik telinga para pembisik

Hingga sampai pada hari yang berkeringat
kemarau mengawali banjirnya airmata
yang menyemburatkan puisi,
usai kudengar tidurmu yang penghabisan
diiring ribuan kepala dan tangan mengusung keranda
sampai di pusara tauran berjuta bunga
menghiasi lagu dan sajakmu
membahana hingga ke langit lapis tujuh

mbah...., ini doamu atau sejumput serapah
yang kau alirkan pada kami. Tinggal modal sampah
selaku komunitas kaum sebatas terompah
yang cukup siap dengan berbasah basah
menangkapi sinyalemen lagumu. Tak gendong
aku dibebani triliunan sundep tapi aku tertawa landep

Mas...., maaf jika kami tak punya sajak khusus
bagi wakil rakyat atau kawan mereka si konglomerat
Smua yang kau bangun telah memberi isyarat
mengangkatmu dengan jubah bermaklumat.
hari yang panas, ada banyak kelelawar setiap malam
banyak jiwa lapar kemudian satu per satu terkapar.


Indramayu-Cirebon 2009-08-14

Sinergi Wangi

0 komentar

Berbulan kukendarai angin, bergelut dengan rasa dingin. Gairah di dadamu
berbisik lembut, telingamu memerah sesaat matahari pulang lalu pergi lagi
pagi dini hari jalanan Slawi mengusir sepi embun. Batu melepas debu jalanan
diantara pekerja berseragam, datang bersepeda dengan aroma yang segar
dari arah Kota Tegal aku terpental, jiwaku mengental di cangkir tembikar
yang melingkari poci merah dengan sebungkus teh wangi dan air mendidih
berhenti di situ, dua gadis dengan kerlingan mata bercengkerama
memulai hari dengan aroma teh sepanjang hari. Sembari memaknai
kemana jatuh dan dibiarkan ujung rambutnya hingga terjuntai di bahu
aku mengenalinya satu-satu sambil lalu, pertama sekali di saat ia
mulai memetik daun teh, udara dingin berganti memanas sorenya hujan
kulihat telinganya mawar, matanya ketumbar, alisnya tersimbar,
harumnya melati kesuma hati. oh slawi wangi. Tak ada yang mesti di interupsi

Sejak perkenalan di ujung perbatasan desa arah selatan itu, berkali kutulis puisi
Selalu kukenang matamu yang terang, dan harum tubuhmu tiap kali kutegukkan
Minuman. Ingat selalu Slawi. Seperti mengingat tubuhmu yang seksi. Padahal sudah bercangkir-cangkir kuteguk rasa manis gula batu dan aroma tubuhmu
Selali menawarkan, untuk diteguk, dan selanjutya tak hendak membuatku mabuk sampai terkantuk-kantuk atau harus batuk-batuk memaknai cinta dari seteguk teh slawi wangi yang suntuk.

10.

Chen Thury Kawin Siri

0 komentar

Jika ibu pilih menangis, menangis saja lah
apalagi jika tak ada ruang untuk berkilah
ucap Chen Thury pada ibunya. 9 tahun bapaknya pergi
bilang memrburu koruptor, pulangnya bawa istri
dibilang apa pun mereka sudah kadung berhimpun, Bu!
menghitung uang, menguras tabungan meskipun
benar, kalau pun bersalah, apapun.....oke saja lah
lihatlah anak-anakmu serasa negeri yang terbelah

Chen Thury menjerit-jerit di pintu kelenteng
sejak kecil ia memang bukan perempuan cengeng
hasratnya ikut serta memanggul tempekong
imlek tahun macan, kian menjauh dari pelukan engkong
rencana kencan bareng dengan ibu belumlah disokong
berkali strategi managemennya kaleng kosong

Och....dewi Kwan Tien kukenang dirimu di malam pengantin
ijinkan sesaji ini melengkapi rasa syukurku yang membatin
seperti warna-warni dodol cina, juada pasar dan arak putih
menjadi simbol keberkahan kita, di atas meja sembahyangmu
hingga luka setahun hendak diobati dengan ramuan perih
nasib seperti dibentangkan oleh jarak sepasang liontin
dan Tsen Thury lebih memilih kawin ketimbang bimbang
memihak pada penabung atau menolak kawin siri.
karena ibu tak sedang hidup di habitat ayam-ayaman.

10

Cacaban Seusai Hujan

0 komentar

Pagi di perbukitan timur, selatan kotamu dari luar kendaraan
sisa gerimis tadi malam juga tapak roda sehabis balapan
teman-teman sepermainan di kedai the. meramu mendoan
dan anak-anak bersorak seriap kali datang penuh helm kedok
musik dangdut di kejauhan, dililit bendera sponsor
gadis-gadis dililit daun tipis saja menjaga payung. di atas gunung
menjaga telaga dengan perahu bolak-balik menyewa nyawa
pelancong, pandangi hijau pulau , kerbau berenang
mandi disepanjang tepi, bapak-bapak bersepeda memancing
kanclah, nila dan wader pari, jadi penghasilan tambahan
atau lauk pauk di menu warung mbak retno
sambal lalap godokan waluh kecil dikunyah makan siang

Arena balap orang-orang berpeluh hingar bingar kendaraan
mengalahkan keheningan gunung. Anak muda itu menari
memainkan rambutnya yang gondrong dengan sehelai syal melilit
kita menjadi penonton yang dililit irama hip-hop, rock and rool
juga dansa-dansi burung prenjak di pucuk cemara. Menyisihlah
jika kau tak ingin kehilangan tiket terbang ke negeri yang jauh
memtakan diri pada sebuah danau buatan. Menyepi di bawah jembatan
menolak tawaran mengelilingi danau di sore hari,
sembari menanati kembali kapan gerimis datang dan kita berteduh
di sebuah warung seorang gadis jangkung membuat ramuan urab
“aku lebih memilih membantu ibuku ketimbang diajak memasarkan
produk negeri lain yang menjanjikan keuntungan dan impian semu
dan lagi-lagi kita berdua Cuma bisa tertawa melihatmu kemayu.

10

Birokrasi Sunyi

0 komentar

Kuhikmati jalanan berliku, berjalan seperti gasing
berputar-putar mengikuti irama belati menari. Selalu
berkuasa di poros waktu. Sepi meraja hati, dingin selalu
tarian angin mengajakku berkatarsis
mengiris-iris habis. Sembahyangku sepi berbilah

Aku tergiris .Menemuimu di penuh ruang dan buku-buku
menjumpaimu banyak jarak berliku, rekomendasi nota dan resi
berlembar hari penuh catatan beku. Penat tubuh limbung sudah
sunyi di kerajaan sepi, kau kutunggu tak jua mengerti
sebilah keris lama menanti untuk kita perbincangkan
untuk senjata makan tuan atau sebuah cinderamata tuan-tuan
setumpuk proposal telah diajukan, jadi kartu dan dadu di meja judi
bertaruh ada dan tiada, menang atau perubahan. Kita menanti
sunyi hati. pelataran bunyi. juga penantian sepi
meranggas diri ini dengan dada penuh belati dan anak panah
menikam jam-jam kerjamu mengepung waktumu
di mesin birokrasi sunyi.

10

Reinkarnasi Batu-batu

0 komentar

Kawini saja sepi jika duka batu-batu jadi megananda
berlari diantara bentangan spanduk dan tiang bendera
usai perjamuan sore, ku pandangi lagi atas mata kakimu
ada berapa langkah bisa kuperoleh jadwal pengakuan
sembari mengeja tiap lemparan kaleng larutan. Sembarang
mengumpuli data dari tumpukan majalah bekas dan koran-koran
jangan salahkan jika rumputan tumbuh di kepalamu
serasa ilalang mencipta hutan pemikiran. Tak kusangka gaduh
datang dari langit. Meski sekejap, lalu sirna, tak rela
pecahan tirainya jatuh di altar bumi mengajak lahirkan kembali
memar sekujur tubuh, bunga runtuh jiwa yang jauh
selagi mulut terkatup komentar dalam dingin
“kita cuma bisa pasrah, tak menampik resah”
kembali kawini waktu dan batu-batu hingga tak jua menentu
memilih mati atau kembali hidup di pengasingan rembulan
sambudra singasana beku, altar ribuan batu-batu.

Agst.10

Hujan sepanjang Juli

0 komentar

langit mengguyur bumi, sepanjang Juli
siang dibentang gerimis, mistis ilalang
jadi talang mencurahkan air grojogan
jalanan dipenuhi selokan yang tersumbat
sungai meluap. Jagat lengang, alam sunyi
seperti gadis menangis. Mencari ilusi hilang
sepanjang kepergian calon suaminya
entah karena belum terkumpul semua
sisa usaha menyimpul hari jadi lembar sejarah
tetap saja sepanjang gang menuju rumahmu
meski berbatu berkubang penuh fenomena cair

Bukan Desember atau Januari sekarang ini
bulan Juli tahun kesepuluh millennium dua
hujan tiada henti, sekali diam matahari menyengat
entah siapa berdendam dan bersemangat
aku cuma bisa mencatat. Keanehan rubahnya zaman
mampu singkirkan mana siang, sore dan malam
membadakan mana mimpi mana bunga kantuk
karena tidurku tak berisi, ekonomi compang camping
sinis berkeping melihat pesona daun-daun di luar jendela.
mengundang banyak Tanya.

10

Saat Bersaksi

0 komentar

matahari mengantar zenajahmu
di pekuburan. Pusara rakyat,
sepenuh mata memandang
serasa semut serombongan. kerabat
dengan kepala menunduk kelu
kelompak matanya berembun
menyapa jelaga di ufuk yang jauh

Sepanjang perjalanan istirah
Angin memujamu, lebah menggantung
Mendengungkan doa dengan irama sama
langgam airmata.

10

Rinduku Rumah Rumbia Karya : Dyah Setyawati

0 komentar

Rinduku Rumah Rumbia
Karya : Dyah Setyawati

1
Rinduku pada jendela rumahmu
tinggal se atap cinta semata
zikir rumbia tembang mengembang
setaman kasih terpenggal, bunga luka setangkai
semasih kasih, jemari bertasbih
rinduku rumah rumbia
arena bercengkrama, lakon berbagi
merajut cerita kebersahajaan
2
Aku tak sedang fasih berselisih
bertahan mencoba huni warisan
selagi nanar matanya. Saudaramu tak tau siapa
penuh duka curiga. Prasangka pun tak lagi ada
anganku kelelawar sederhana
mawar cinta tak juga ditawar
bianglal sungai hati yang landai
berdinding angin ber tembok badai
rumah rumbia nyiur melambai
dadaku pasir, kepalaku rawa-rawa se halaman
area penuh drama cinta
3
Jangan ajak diskusi puasa si kaya dan miskin
nikmat batin genap disyukuri
harta berlimpah bisa kan tumpah
kemiskinan membuat kita fakir dan papa
tanpa nafas tanpa nyawa
bersyukurlah kita nasih punya rindu
untuk membangun rumah beratap rumbia
sehingga hati selalu saja bernyanyi
memenanti hadirmu kini.

10

Musyafir

0 komentar

1
Menjadi musyafir sepanjang pesisir
menerka amuk laut utara
menarikan cinta, amis ikan dan lumpur tambak
berlumur cahaya. Nafas daun tersirat
2
Menguyur keringat, wangi perjalanan
menangkap ketam, kijing dan tiram-tiram
melantunkan suluk angin, merapat
ke teluk ngembara, ke muara penuh cinta,
sungai ku sangsai. Tambak juga kolam-kolam
merawat ketat masa berkabung
3
Seperti terompah, mencipta perahu
dengan dayung di kanan kiri malam
jubah, baju dan koran-koran jadi layar berkibar
melaju terang, menenggelamkan kelam
4
Sepanjang jalanan pasir, jiwa berbisik langsir
lumpur hitam jadi tumbuh berjalan
berenang menyebrangi banyak kemungkinan
menjadi musyafir darah pun, berzikir
5
fikirku menembus badai terjungkir
berdayung singgung, karier terhuyung
mengarungi pantai. jiwa limbung jarak terpasung
menepi lah aku di antara bianglala samarasamir.

10

 
Gurit Dermayon © 2011 | Designed by RumahDijual, in collaboration with Online Casino, Uncharted 3 and MW3 Forum