Puisi Nurochman Sudibyo YS : Menanti Badai Pergi

Sabtu, 20 Februari 2010

Angin ngebor dengan tumbak berputarputar
Awan hitam membungkus dunia kelam
meremas ketakutan, dipelihara daun-daun kering

Sebelum kemudian membusuk. Seluruh kepenatan
sisa belulang rakyat, nempuruk disisi jendela negeri yang pecah
diombang ambing badai fitnah, isyue biskuit beracun dan kelaziman
data resmi tiap pasutri, begitu memuakkan. Sungguhkah aneh
jika kau tadahi muntahan gairah rakyat, luapan kebencian,
juga keapatisan mengurai peraihan di jamuan nasi aking
hingga mereka terkapar dan jasadnya terkubur di lumpur laut
atau rawa-rawa yang menertawakan bau mulutmu
hingga tak bisa membedakan mana cocor biawak
dan mulut buaya. Kita terus terpedaya, dibuay kerinduan sampai

Selaksa badai datang meremuk redamkan hati
sehingga cuaca dan musim tanam tahun ini
membuat orang-orang terjungkal
dijungkirbalikkan kefanaan. Hingga jelang hari-hari saat
menanti Badai pergi. Menyertai pergantian waktu
sembari berimaginasi mencatat siapa lagi
nama-nama yang akan digelindingkan
diarena balapan para pencari pembenaran
menuju rumah jeruji para koruptor, nepotisme, dan upaya
diredamnya lampu-lampu merkuri yang tiap sen dibayar
para petani pemakan daun turi
lalu kebingungan setelah bertahun jalin kawin siri.

0 komentar:

Posting Komentar

 
Gurit Dermayon © 2011 | Designed by RumahDijual, in collaboration with Online Casino, Uncharted 3 and MW3 Forum