Puisi Bencana Untuk Indonesia - Dyah Setyawati

Rabu, 20 April 2011

Dyah SetyawatiBIOGRAFI Diah Setyowati biasa dikenal Dyah Setyawati

Diah Setyowati, Lahir di Tegal (Jateng), 17 Desember 1960. Berpuluh tahun menggeluti penulisan puisi, membaca puisi di berbagai acara, menjadi juri puisi dan menulis puisi dalam bahasa ibu “Tegal-an”. Sesekali ia juga tekun melukis bunga dan wanita, meski karyanya telah banyak dikoleksi orang, dengan rendah hati ia tak mau disebut pelukis.
Antologi Puisi tunggalnya : “Nyanyian Rindu Anak Pantai” (1979),” dan “Tembang Jiwangga”(1999). “Pasar Puisi” Kumpulan Puisi Penyair Jawa Tengah (TBJT 1998), Selain itu karya-karyanya terhimpun dalam kumpulan puisi 32 Penyair Jawa Tengah: “Jentera Terkasa” (TBS). “Inilah saatnya” (2008), Antologi Pendhapa 7 TBJT “Persetubuhan kata-kata” (2009),Antologi Puisi Tegalan “Ngranggeh Katuranggan” (2009), Antologi Kakawin “Pangikat Serat Kawindra” (2010), Antologi Pendhapa 10 “Perempuan dengan Belati di Betisnya” (2010) dan beberapa kumpulan puisi penyair Jawa Tengah lainnya.
Selain sebagai pengurus Dewan Kesenian Kab.Tegal (komite Sastra & Teater), Kepala suku Komunitas Asah Manah ini sejak awal 2010 bersama Penyair dan dalang tutur Nurochman Sudibyo YS berkeliling mementaskan lakon puisi dan geguritan bertajuk “Kembang Suket”, “Serat Kawindra”.”Kupu Mabur Golet Entung” dan “Negeri Corong Renteng” Bersama orang yang dicintainya tinggal di Gang Sadewo, no 22. Dukuh Sabrang Rt.02/Rw.04 Kelurahan Pangkah, Kecamatan Pangkah, SLAWI Kabupaten Tegal. Phond Mobile: 085642545777. Rekening : a/n Diah Setyowati, BANK MANDIRI KCP TEGAL SUDIRMAN 13901. No. 139-00-1063776-1


Dyah Setyawati

Lelaki Pemahat Kata

Sepanjang usia ia pahat kata menjadi kalimat bermakna
meraup aksara; memainkannya
lewat malam yang belum tentu bulan
pagi belum tentu mentari
tak segan makan duka pelacur
merasakan ikut mumur ajur
kerontang jiwa di dahaga
ia teriakan jua sembari tetap memaknai cinta

Wahai pemahat kata
aku masih terus bergelantungan di ketiak nyawamu
yang separuh menafasi ruh
sampai tuntas kembara
Ooo
tetes tetes embun itulah cintaku, melayarkan perpisahan kita
ke muara sungai bumi manusia
seperti linangan airmata
saat membaca kesakitan demi kesakitan
tapi engkau tetap setia berjaga
diantara pal-pal kereta menuju stasiun waktu
hitam gelombang yang memekikkan jerit peluit
di ujung penantian itu seperti memainkan partitur senja
ketika jemarimu merangkum berkuplet-kuplet puisi
yang meneriakkan abjad dan angka-angka

Tetes-tetes embun itu kekasih, menggoreskan serpihan jelaga
ke pelupuk mata kita
tapi engkau tak mengerti juga
karena percintaan ini hanya tubir angin
betapapun begitu ingin
kita selalu mempertanyakan kesetiaan Tuhan dengan wajah dingin
maka dalam doa; beri aku langit kirmizi
secangkir kopi dan gurauan lelaki
beri aku musik paling sunyi
bergelas-gelas inspirasi
dan maut tak henti-henti
beri aku dirimu tubuh yang sembunyi
gigil gerimis dan bayangmu berkelebat pergi.

2011





Dyah Setyawati

Aku Terus Bermimpi Tentang Negeri Ini

Katanya negeriku gemah ripah loh jinawi
kenapa, penghuninya kurang manusiawi
apalagi jika menyangkut soal rejeki
ah sungguh keji ! gitzu loh !
korupsi bagai bunga kuncup mekar susah layunya

Mimpiku tentang negeri ini adalah negeri cahaya
yang menerangi segala kebebalan dan kegagalan
dalam menyelesaikan tetek bengek persoalan
dari isi perut ; rekening listrik ; sekolah anak-anak
hingga biaya berobat yang bikin tobat

Dunia politik penuh intrik
janji-janji palsu di mimbar-mimbar yang memabukkan
tentang keadilan dan kesejahteraan
tapi kenapa orang-orang banyak lari keluar negeri
jadi babu di negeri sebrang
yang bisa diperlakukan sembarang
sebagai pelacur dan budak-budak
yang tenaganya diperas seperti sapi perah
tidakkah kalian marah, sedikit peduli
tapi toh terjadi berulang kali
sesungguhnya sangatlah sederhana keinginan orang-orang kecil
yang sering diangkut kedalam arus besar
perbaikan nasib, sementara mereka cukup ngemut driji
entah sampai kapan segala keinginan berbiji

Jambrut khatulistiwa semakin semrawut
bersiaplah untuk ngelus dada bersama bagi persada
kejahatan, kekerasan ada di mana-mana
mereka cenderung anarkis, bengis n sadis
maka terpaksa kitapun latah menyumpah : bangsat !
aku terus bermimpi tentang negeri ini jadi cahayanya bangsa
cahayanya nurani, agar tahu diri tak lepas kendali
ramah penduduknya, manis pekertinya
sebab akan kutitipkan anak cucuku, disetebah bumi ini
aku terus bermimpi
dan bermimpi tentang negeri ini
bukan Cuma negeri khayalan.

2009





Dyah Setyawati

Kedasih Berkabar
(bagi : Uda ‘T’)

Malam belum juga sempurna
ketika kedasih terus menyuara
sampaikan kabar atau pertanda
entah darimana, kedasih menyobek sepi
bawa tekateki illahi
berita ditelevisi masih terbayang mata
gempa padang 30 september 2009,
jalan niaga salah satunya
tempat lelaki lewat,yang pandai merawat
sunyi tempurung hati, kedapatan mati;
sebelum sempat nyalakan pelita bagi adinda
kubayangkan pergimu berperahu Nuh
dengan penumpang berpuluh tinggalkan luh
bukan terlempar bersama ruang dari lantai empat
kejalan raya kematian itu. adalah kebahagiaan
bagi syuhada yang ingin selekasnya
menemui kekasihNya
maka janganlah menangis untuk mereka
tapi menangislah buat kita
yang belum siap menerimanya
oiii…..inikah kedasih siburung kematian
berkabar tentangmu yang dengan kesahajaannya
mengumpulkan tiap ‘piti’ bagi matahari
mengemas hari lrbih mengarti
lelaki lewat bukan cuma sahabat atau kerabat
tak ada lagi kini teman bercakap
sedang hadirmu cuma sekejap
jailah sejarah bagi ranah singgah
dalam kelu kalbu yang menjadi
ya Robbi; ditengah galau carutmarutnya rasa
engkau yang membawaku ada
untuk kemudian hampa
sembari merangkak dibelantara rahasia
aku coba cerna; menggapai gapai titah dawuhMu
entah rencana apa dibalik semua
bersama nyanyian subuh yang jelita
terimalah senandung mawar buatmu
kucatat dilekat jiwa
adamu tiada sia. selamat jalan sahabat……

2009



Dyah Setyawati
Saat Maut Menjemput

Bulan jatuh di atas keranda
ziarah siapa aku lancongi dipagi sepi
atau jazadku sendiri. terbaring rapi diesok nanti

Menunggumu, dipinggir kebun tebu rumahku
belakang pabrik gula
yang tak pernah kurasa manisnya
pada halte penantian. Degup jantung tak beraturan

Biarkan aku mandi taubatMu sebentar
agar senyumku mawar, saat kau menimang

Jadikan aku pengantinmu yang sempurna
tanpa luka ; tanpa cela. kupanggil – panggil
cahaya disisa usia. kangenku pada Nur Muhammad
dalam igau atau jaga, pada hening yang paling
jiwa mengasap melawat jauh
pasrahkan penuh. ruhku melabuh

Wahai maut yang bakal menjemput
ingin aku menyambutmu, tanpa takut

Beri aku kesempatan menata hati
mendidik masa kini dan esok nanti
lebih arif lagi. agar tangga surgaMu mampu kunaiki

Aku rindu sungai yang mengalir susu
rindu salam lembut nabiku
menyapa tidur panjangku

2009















Dyah Setyawati

Hujan Belum Reda

Hujan belum juga reda
dari balik kaca jendela
masih kuhapal detak wajahmu
seperti sebuah batu
telanjang menungguimu
menampakkan diri kembali

Tuhan telah mengkafani segenap kesakitan
meniupkan nafas baru bagi kemumianku
lewat kalimat tasbih yang cahayaNya
menyatukan pecahan jantungku

Hujan belum juga reda;
pada perjumpaan suatu ketika nanti
barangkali kita saling gugup mengecup
bahkan ngungun diantara nyala birahi dan asap dendam
bukankah kita sama – sama menyisakan ingatan

Hujan belum juga reda;
dari balik kaca jendela
air mata tungguku;
kuharap tak sia – sia
menyertai kebangkitanmu
menjemput puisi hati
menjadi lebih berarti.

2009






















Dyah Setyawati

Indonesia, kusebut namamu tanpa ragu

Lantang kusebut namamu tanpa ragu
semenjak mengenal air susu ibu
hingga fasih mengeja dan melafazkannya
sebagai tanah airku
bersama langit biru
laut rindu
rimba waktu
nyaman dalam dekapmu

Indonesia : kusebut namamu tanpa malu
meski kuyu wajahmu
mencerminkan letih onani anak negri
tentang korupsi
hukum yang diplesetkan
menjadi tontonan abad ini
lalu lugas lidahku menyeru
sebelum kelu
siiiikaaat…………
jangan kau loyo
lantaran ulah sontoloyo
tetap perkasa menjadi Indonesiaku
tanah air, zamrud katulistiwa
penuh cinta aku memikirmu
bagaimana cara mendendangkan
pada anak cucu :
agar mereka lebih baik dari moyangnya
menjaga citra bangsa : serta mengharumkannya

Indonesia
dalam sunyi sujudku
kubidikan panah pinta
pada yang maha luput dari gilasan masa
akan ketentraman bangsa
cinta dan banggaku padamu
Indonesia.


2009



Dyah Setyawati

Yang Sakit Yang Sekarat
Bumiku bumi sakit
Tak
Lagi legit
Sudah dicubit
Belumlah bangkit
Bumiku
Bumi sekarat
Terlalu penat
Nyangga
Dosane umat
Yang
Makin
Memberat
Inikah gelagat.
2009

0 komentar:

Posting Komentar

 
Gurit Dermayon © 2011 | Designed by RumahDijual, in collaboration with Online Casino, Uncharted 3 and MW3 Forum