Suluk Gerhana

Sabtu, 29 Januari 2011

“...sun mbesuk maria eman, yen wonten gerhanane sasi
srengenge kembar lima, lintang alit gumelar ing siti
sedaya tan ana urip. Matia munggah suwarga
neraka sun kon leboni, duh .... mbenjang belah ning
akhireng zaman, isun kelawan sampeyan....” *(sinom)

Kematian demi kematian, adalah peristiwa keseharian. Hilangnya kasih sayang, jawaban atas gerhanamu. Lalu bumi bilur-bilur, lahan impian penuh pencapaian, atas kalah dan menang. Sementara siapa pemilik nyawa-nyawa ini. Sedang peristiwa demi peristiwa telah dibentang beribu tahun dalam kurun waktumu. Lalu berhenti detak nadimu, hanya untuk memaknai kematian. Atau sekedar memberi persoalan hidup. Seribu nyawa, melayang tanpa kasih sayang. itu Kun-Nya Allah. lalu siapa pemilik surgaMu itu. Benarkah untuk kami yang tiap detik Menangis. Di lautan sajadahmu yang panjang. Atau inikah nerakaMu itu. Setiap detik mencengkeram rasa takut, tumbuhkan kekalutan, dibelenggu nafsu kami, seperti untaian tasbih. Ibadah tak berkesudahan. Lalu kemana, hendak kita labuhkan, zikir-zikir peribadatan bumi ini. Sementara antara kita tak ada lagi jarak yang terpisah, selain nafsu juga ketamakan. Atas ketaksabaran memaknai setiap kali isyarat dan peringatanMu. Benarkah kita bisa saling temu menyoal hayat, kematian dan kematian. Padahal peristiwa ini misterimu. Semata hadiah bagi kita yang gersang, untuk terus bersembahyang lewat tarikan nafas Laillahaillallah... lewat zikir ini, sembahyangku, lautan. Penuh shampoo, sabun mandi, dan kapas wangi. Sesak kepedulian, jejak para penderma. ‘Ku yakini untuk mengerti, karena peristiwa demi peristiwa, tak Cuma sekedar jadi catatan buram di koran-koran bahkan dalam catatan harianmu yang terbakar .

10.

0 komentar:

Posting Komentar

 
Gurit Dermayon © 2011 | Designed by RumahDijual, in collaboration with Online Casino, Uncharted 3 and MW3 Forum