Suluk Rinekso

Sabtu, 29 Januari 2011

“...ana kidung rineksa ing wengi, teguh ayu luputa
bilai kabeh, jin setan datan purun
peneluhan tan ana wani.......”

Dan sekujur badanku bergetar atas peristiwa demi peristiwa yang diisyaratkan selang sebulan, usai tarian wedus gembel. Di puncakmu, Merapi. Ku tau baru ada tanda atas cahaya kemurnianmu yang mendekapkan imaji, juga masa lalu yang buram. Selalu kidung berkumandang saat pini sepuh mengkhawatirkan riwayat generasi dan artefak yang hilang. Sejak Majapahit, menuju Mataram, Demak, dan kembali Mataram mengulang-ulang sejarah. Di sela kemenyan dan wewangen disekujur kerismu. Memberikan garis-garis yang menyekatmu seperti dimitoskan tembok dan batu bata. Mengungkap misteri tentang hilangnya blangkon sang sultan. Atau ketakjuban atas trah yang kini tak lagi dimaafkan. Ini memang sekedar kidung, tak bisa hentikan mendung serta hujan airmata di beranda nusantaraku. Penuh raung histeria atas nasib, dan juga kehidupan. Dari retak bumi dan altar sajadahmu, kami ikuti irama batin bunda pertiwi, untuk bersama peduli pada jasadjasad yang masih merintih di pondok putih. Pada raga yang diperjuangkan para malaikat, pada nyawa yang masih milik Tuhan. Pada Allah yang baru saja memberimu peringatan. ini kidung bukan gumam, tapi sanubari tak bisa dipendam. Ini sulukku, untuk kotamu yang poranda, Kapan kita melayat? menonton, atau peduli untuk mereka yang jadi tumbal keangkaramurkaan.

.10

0 komentar:

Posting Komentar

 
Gurit Dermayon © 2011 | Designed by RumahDijual, in collaboration with Online Casino, Uncharted 3 and MW3 Forum